VOA Banda Aceh– Pada tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogyakarta dalam rangka ikhtiar pembangunan di Aceh Singkil.
Kerja sama yang disepakati oleh kedua pihak yaitu penyusunan neraca sumber daya hutan dan lahan spasial di Aceh Singkil, penyusunan neraca SDA lingkungan mineral, batubara dan air spasial. Rencana induk penbangunan industri perikanan, rencana induk pembangunan kepariwisataan, rencana induk pemberdayaan ekonomi masyarakat dan penyusunan laporan peninjauan kembali rencana tata ruang.
kerja sama ini yang menelan dana Rp. 3,25 Milyar dari APBK Aceh Singkil tahun 2018, pasca selesainya kerja sama ini, seharusnya Pemda Aceh Singkil mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, harus transparan penggunaan dana publik.
Masyarakat Aceh Singkil terus bertanya-tanya, dengan anggaran sebesar itu, mengapa tidak ada transparan dari hasil kerjasama yang telah di lakukan sejak tahun 2018.
Saat ini Kepala Kejaksaan Negeri Singkil, Munandar, SH.MH melakukan penyelidikan perdana terkait dugaan mark up, kegiatan kerja sama Pemkab Aceh Singkil dengan UGM pada Tahun 2018 lampau yang menelan dana Rp.3,25 Milyar.
“Saya salah seorang Aktivis Aceh sangat mendukung langkah Kejari Aceh singkil dan saya ucapkan terimakasih kasih kepada LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Cabang Aceh Singkil,” ucap Farid Ismullah. Selasa (14/03/2023).
Tentunya dana yang dikucurkan tersebut tidaklah sedikit, sehingga hasil dari MoU tersebut tidak sebanding dengan dana yang dikucurkan yakni hanya menyelesaikan 3 (Tiga) Peraturan Bupati (Perbup) saja, ujarnya.
Hal ini perlu dikuak kepermukaan, dan jangan sampai ada yang melindungi, tentunya kita mendukung penuh apa yang sedang dilaksanakan oleh Kejari Aceh Singkil saat ini yang tengah mendalami kasus tersebut, imbuhnya.
Koresponden| Farid Ismullah/Aktivis Aceh