VOA Artikel– Secara garis besar Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu kesatuan bangsa dan Negara serta cita-cita bersama guna mencapai, memelihara dan mengabdi identitas, persatuan, kemakmuran dan kekuatan atau kekuasaan Negara bangsa yang bersangkutan.
Sementara itu nasionalisme dalam arti yang lebih sempit adalah, pemahaman mengenai nilai-nila kebangsaan.
Nasionalisme memiliki pokok kekuatan dalam menilai kecintaan individu terhadap bangsanya. Salah satu cara untuk menumbuhkan semangat nasionalisme adalah dengan menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya oleh setiap penyelenggara negara, baik di pusat maupun di daerah.
Seorang ASN dituntut untuk memiliki perilaku mencintai tanah air Indonesia (Nasionalisme) dan mengedepankan kepentingan nasional. Nasionalisme merupakan salah satu perwujudan dari fungsi PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Dalam menjalankan tugas, seorang ASN senantiasa harus mengutamakan dan mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan kelompok, individu, golongan harus disingkirkan demi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan bangsa dan negara diatas segalanya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, ASN harus berpegang pada prinsip adil dan netral. Adil dalam artian tidak boleh berperilaku diskriminatif serta harus obyektif, jujur, transparan. Sementara bersikap netral adalah tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan yang ada. Dengan bersikap netral dan adil dalam melaksanakan tugasnya, ASN akan mampu menciptakan kondisi yang aman, damai, dan tentram di lingkungan kerja dan masyarakat sekitar.
Maka dari itu kesadaran ASN terhadap sebuah tindakan anti korupsi menjadi salah satu tolak ukur rasa nasionalisme kepada Negara. Secara garis besar korupsi sangat berbahaya dalam kehidupan manusia, baik dari aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi dan individu.
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa menempatkan persatuan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara, bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa, menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa.
Terkait dengan pengembangan isu nasionalisme dalam kepemimpinan birokrasi dalam hal ini kami mengambil isu terkait studi kasus bahwa korupsi menyebabkan ketidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi.
Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana.
Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Upaya melakukan pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, tetapi masih terdapat beberapa hambatan dalam pemberantasan korupsi. Operasi tangkap tangan (OTT) sering dilakukan oleh KPK, tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum juga sudah cukup keras, namun korupsi masih tetap saja dilakukan, bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa yang kena OTT adalah orang yang “sial atau apes”. Hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Hambatan struktural yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
b. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat.
c. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrument pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
d. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan tugas terutama pelayanan publik terhadap isu sikap anti korupsi sebagai wujud nasionalisme dalam sebuah birokrasi, harus didasarkan pada Pancasila, UUD NRI 1945, Wawasan Nusantara, nilai-nilai nasionalisme, serta wawasan kebangsaan. Dengan sikap dan pandangan dimaksud, seorang ASN bisa mengatasi hambatan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Langkah- langkah yang harus dilakukan.
1. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama padabidang-bidang yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani biaya ekstra/pungutan liar.
Langkah-langkah prioritas ditujukan pada Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik, Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik, Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik dan Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik.
2. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara, Penyempurnaan Sistem Procurement/Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara, dengan kegiatan-kegiatan prioritas.
3. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip “rule of law,” memperkuatbudaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat dan Penyempurnaan Materi Hukum Pendukung.
4. Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan (penjara) bagi koruptor bukan merupakan cara yang menjerakan atau cara yang paling efektif untuk memberantas korupsi. Apalagi dalam praktik lembaga pemasyarakatan justru menjadi tempat yang tidak ada bedanya dengan tempat di luar lembaga pemasyarakatan asal nara pidan korupsi bisa membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang tidak beda dengan pelayanan dan fasilitas di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, muncul istilah lembaga pemasyarakatan dengan fasiltas dan pelayanan mewah. Melihat pada kondisi seperti ini, maka perlu dipikirkan cara lain agar orang merasa malu dan berpikir panjang untuk melakukan korupsi. Cara yang dapat dilakukan antara lain adanya ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini selain untuk memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, perlu juga ditambah sanksi pencabutan hak kepada terdakwa kasus korupsi. Hal ini sangat penting untuk memberikan pembelajaran bahwa pengemban jabatan publik adalah pribadi yang bermoral dan berintegritas tinggi.
Sumber: Puslatbang KHAN, PKA Angkatan II Tahun 2022 Kelompok IV.