‘Kita akan membuat konsep surat ke Pak Bupati, dimana nantinya surat penegasan itu akan kita tembuskan ke SKPK masing-masing untuk mengawasi pegawainya, bila ada ASN yang masih ngotot menjadi PPK kita akan suruh memilih‘
VOA Aceh Singkil– Setelah Pj Bupati Aceh Singkil Marthunis melayangkan surat kepada Komisioner KIP Aceh Singkil dengan nomor 691/1017/2022 tertanggal 29 Desember tahun 2022, perihal Rekrutmen ASN sebagai PPK/PPS yang bersifat penting, Ketua KIP Aceh Singkil Edi Sugianto berikan respon.
Kepada VOA Edi mengatakan bahwa sudah menerima surat tersebut namun harus duduk dengan seluruh komisioner untuk membahasnya.
“Surat dari Pj Bupati Aceh Singkil sudah kami terima kemarin sore, mengenai tindak lanjutnya harus kami duduk dulu berlima selaku komisioner, setelah itu baru kita balas surat mereka,” ucap Edi. Selasa (03/01/2022).
Lanjutnya, bahwa para PPK yang lulus belum dilantik, pelantikkannya besok Rabu (04/01), makanya hari ini kita rapatkan mengenai surat Pj Bupati tersebut, tuturnya.
“Pada intinya kami ini ingin sesuatu yang berkekuatan hukum, bukan hanya dari statemen-statemen saja, nah surat yang dilayangkan ke kami baru kemarin, sehingga hari ini baru kami duduk untuk menjawab surat Pj tersebut, sebelum kami adakan rapat kami belum bisa menjelaskan bagaimana tindaklanjutnya,” terangnya.
Sebelum surat itu kami terima, kami sudah melakukan pemanggilan terhadap 4 ASN dan 1 orang PPPK yang lulus PPK, menanyakan apakah mereka sudah dipanggil instansi masing-masing, dan mereka mengatakan belum ada.
Hingga hari ini setelah surat itu keluar, para ASN dan PPPK yang lulus PPK belum ada yang mengirimkan surat pengunduran diri, terangnya.
Edi mengatakan, bahwa para peserta yang lulus PPK nantinya bekerja selama 15 Bulan dengan honorarium sesuai SBML Kemenkeu tahun 2022 sebesar Rp. 2,2 juta perbulan, sedangkan untuk PPS dengan masa kerja 14 bulan sebesar Rp. 1,2 juta perbulannya.
Sementara itu, Kepala BKPSDM Ali Hasmi mengatakan setelah surat pertama keluar maka akan membuat surat kedua yang dimana ini akan ditembuskan kepada SKPK yang pegawainya lulus PPK.
“Kita akan membuat konsep surat ke Pak Bupati, dimana nantinya surat penegasan itu akan kita tembuskan ke SKPK masing-masing untuk mengawasi pegawainya, bila ada ASN yang masih ngotot menjadi PPK kita akan suruh memilih,” tutur Ali Hasmi.
Pada dasarnya Pemkab sangat-sangat Welcome dengan dilibatkannya ASN didalam penyelenggaraan Pemilu, namun ada tempatnya, yakni dibagian Kesekretariatan.
Surat dari Kemendagri dengan nomor 900.1.9/9095/SJ, dalam hal Dukungan dan Fasilitasi Pemerintah Daerah Dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024. Yang dikeluarkan pada 30 Desember 2022 kemarin, juga bisa menjadi acuan untuk para pihak, yang tertuang dalam poin 3 yakni Pemberian izin bagi ASN di Pemerintah Daerah untuk mendaftar sebagai PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih, khususnya dalam hal ketidaktersediaan pendaftar dari masyarakat umum yang memenuhi persyaratan dan memiliki kapasitas yang berada di daerah tertinggal, terluar dan terdepan.
“Jika memang di wilayah tersebut tidak ada ketersediaan pendaftar dari masyarakat umum yang memiliki kapasitas, baru boleh diambil dari kalangan ASN, sedangkan Pemerintah kita saat ini sesuai isi surat Pj Bupati pada poin a. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil masih kekurangan ASN untuk memaksimalkan pelayanan publik di bidang Pendidikan, Kesehatan maupun Tenaga Teknis,” ujarnya.
Ditambah pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito sempat mengimbau Bawaslu dan KPU harus lebih profesional saat merekrut petugas ad hoc pemilu.
Saat itu Heddy menyebut, melalui pengaduan Bawaslu di Banten, bahwa didalam perekrutan PPK dan Panwascam terdapat temuan guru honorer merangkap jabatan menjadi petugas ad hoc pemilu. yang mestinya sesuai aturan dasar tidak boleh merangkap jabatan.
“Di kasus Lebak, Banten, yang diadukan Bawaslu, tapi KPU juga (diadukan), karena sedang proses melakukan PPK (panitia pemilihan kecamatan), itu adalah rekrutmen panwascam (panitia pengawas kecamatan), yang mestinya sesuai aturan dasar tidak boleh merangkap jabatan,” kata Heddy.
“Tetapi ternyata teman-teman Bawaslu maupun KPU kabupaten tidak menyadari itu. Misalnya guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam atau PPK,” sambungnya.
Heddy mengatakan selain guru honorer, perangkat desa pun ikut direkrut menjadi petugas ad hoc pemilu. Heddy mengimbau Bawaslu dan KPU harus lebih profesional saat merekrut petugas ad hoc pemilu.
“Kemudian perangkat desa ada juga yang direkrut. PKH pekerja pendamping sosial di sana itu direkrut sebagai anggota panwascam. Artinya apa? Saya ingin mengimbau kepada teman-teman penyelenggara pemilu, terutama KPU dan Bawaslu, harus bertindak semakin profesional terutama dalam hal rekrutmen penyelenggara ad hoc,” katanya.
Diketahui, pemerintah telah mengatur bahwa petugas penyelenggara pemilu tidak boleh merangkap jabatan. Hal itu tertuang dalam Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Dua penyelenggara pemilu yang ad hoc ini adalah ujung tombak untuk penyelenggaraan pemilu. Kalau rekrutmen bermasalah, artinya bermasalah? Itu seperti tadi perangkat desa dijadikan penyelenggara ad hoc, guru honorer dijadikan penyelenggara ad hoc, petugas PKH pendamping keluarga harapan dijadikan penyelenggara ad hoc padahal mereka sama-sama sudah menerima honor dari APBN,” ujar Heddy.