VOA SINGKIL– Dalam percepatan penurunan stunting Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil kembali gelar rapat koordinasi dengan seluruh stakeholder.
Kegiatan digelar di Aula Kantor Bapedda yang dihadiri oleh unsur Forkopimda, para Kepala SKPK, para Camat, para Kepala Desa, serta tamu undangan lainnya.
Dalam pidatonya Penjabat Bupati Aceh Singkil Drs. Azmi, M.AP mengatakan, “Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan, sehingga dibutuhkan intervensi khusus untuk menurunkan prevalensi stunting tersebut,” ucap Azmi. Kamis 14 September 2024.
Lanjutnya, stunting menjadi permasalahan yang harus dihadapi dan ditanggulangi secara terpadu dan terintegrasi melalui kolaborasi semua pihak, pemerintah, swasta, tokoh agama, tokoh masyarakat.
“Permasalahan stunting ini merupakan permasalahan multidimensional yang memerlukan upaya lintas sektor dengan melibatkan seluruh stakeholder secara terintegrasi melalui koordinasi serta konsolidasi program dan kegiatan pusat, daerah, hingga tingkat desa,” ujarnya.
Dalam penanganan permasalahannya, khususnya dalam upaya penurunan prevalensi stunting Kabupaten Aceh Singkil harus dilakukan secara paripurna, komprehensif, terpadu dan bersifat multisektoral dengan melibatkan multi stakeholder.
Berdasarkan hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Kabupaten Aceh Singkil masih relatif tinggi, yaitu sebesar 34% dan ditargetkan akan menurun pada tahun 2023 ini, menjadi sebesar 25,60%. Sementara itu berdasarkan data EPPGBM, prevalensi stunting Kabupaten Aceh Singkil sampai dengan kondisi bulan Juli tahun 2023 sebesar 15,30%, tuturnya.
Azmi mengatakan, Data SSGI digunakan untuk evaluasi prevalensi angka stunting secara nasional dan data E-PPGBM digunakan untuk monitoring perkembangan tumbuh kembang balita.
“Kami harapkan kepada stakeholder pengampu agar dapat melakukan sinkronisasi data survei antara E-PPGBM dan juga SSGI, sehingga tidak terjadi dualisme data yang dapat membingungkan masyarakat,” terang Azmi lagi.
“Terlepas adanya perbedaan data prevalensi stunting antara E-PPGBM dan SSGI, kita harus terus fokus dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Aceh Singkil,” imbuhnya.
“Kita berharap target penurunan stunting yang direncanakan tahun ini dapat tercapai. Terlebih lagi Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah menetapkan 19 desa yang menjadi lokasi fokus (Lokus) intervensi penurunan stunting melalui Keputusan Bupati Aceh Singkil Nomor 188.45/149/2022 Tentang Penetapan Kampong Lokasi Fokus Intervensi Penurunan Stunting Tahun 2023,” ujar orang nomor satu di Aceh Singkil tersebut.
Selain itu menurut Azmi, target penurunan stunting yang direncanakan tentu masih jauh dari target nasional, sebagaimana ditetapkan oleh presiden dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting, bahwasanya prevalensi stunting Nasional pada tahun 2024 ditargetkan sebesar 14%.
“Kita harus saling bahu membahu dan mengoptimalkan peran seluruh stakeholders agar pada tahun 2024 yang akan datang prevalensi stunting Kabupaten Aceh Singkil bisa mencapai target Nasional, paling tidak prevalensi stunting kita bisa dibawah 20%,” ajak Azmi.
“Kami yakin, jika kita bersungguh-sungguh dan bekerja optimal membangun negeri ini, khususnya bidang kesehatan, maka target tersebut akan mudah kita capai,” ujarnya.
“Melalui forum yang mulia ini kami mengajak semua unsur untuk dapat berpatisipasi aktif dalam upaya penurunan prevalensi stunting kabupaten aceh singkil. Terlebih lagi ditengah-tengah kita sekarang,” kata Azmi mengajak.
Mari kita menyatukan tekad dan semangat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Aceh Singkil, khususnya dalam upaya penurunan prevalensi stunting.
melalui forum ini perlu juga kami sampaikan bahwa, pemerintah kabupaten aceh singkil berencana membentuk dan menetapkan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS). Dengan harapan apabila terbentuknya bapak asuh ini, maka prevalensi stunting Kabupaten Aceh Singkil akan menurun.
“Kalau kita mengacu beberapa kabupaten di Provinsi Aceh yang telah membentuk BAAS ini, dan hasilnya kabupaten tersebut mampu menurunkan resiko stunting dan berdampak terhadap penurunan prevalensi stunting di daerahnya. hal baik ini, patut kita contoh dan kita adopsi untuk kemaslahatan masyarakat kita,” kata Azmi.
“Sebagai bentuk tanggungjawab sosial kepada masyarakat melalui dana CSR, perusahaan perusahaan yang ada di daerah kita akan bergerak dan membantu untuk mengatasi permasalahan stunting di Kabupaten Aceh Singkil,” tutupnya.